Dari kejauhan, lampu lalu-lintas di perempatan itu masih menyala hijau. Jono
segera menekan pedal gas kendaraannya. Ia tak mau terlambat. Apalagi ia tahu
perempatan di situ cukup padat, sehingga lampu merah biasanya menyala cukup
lama. Kebetulan jalan di depannya agak lengang. Lampu berganti kuning. Hati Jono
berdebar berharap semoga ia bisa melewatinya segera. Tiga meter menjelang garis
jalan, lampu merah menyala.Jono bimbang, haruskah ia berhenti atau terus saja.
"Ah, aku tak punya kesempatan untuk menginjak rem mendadak," pikirnya sambil
terus melaju.
Prit!
Di seberang jalan seorang polisi melambaikan tangan
memintanya berhenti. Jono menepikan kendaraan agak menjauh sambil mengumpat
dalam hati. Dari kaca spion ia melihat siapa polisi itu. Wajahnya tak terlalu
asing. Hey, itu khan Bobi, teman mainnya semasa SMA dulu. Hati Jono agak lega.
Ia melompat keluar sambil membuka kedua lengannya. "Hai, Bob. Senang sekali
ketemu kamu lagi!"
"Hai, Jon." Tanpa senyum.
"Duh, sepertinya saya kena
tilang nih? Saya memang agak buru-buru. Istri saya sedang menunggu di
rumah."
"Oh ya?"
Tampaknya Bobi agak ragu. Nah, bagus kalau
begitu.
"Bob, hari ini istriku ulang tahun. Ia dan anak-anak sudah menyiapkan
segala sesuatunya. Tentu aku tidak boleh terlambat, dong."
"Saya mengerti.
Tapi, sebenarnya kami sering memperhatikanmu melintasi lampu merah di
persimpangan ini."
Oooo, sepertinya tidak sesuai dengan harapan. Jono harus
ganti strategi.
"Jadi, kamu hendak menilangku? Sungguh, tadi aku tidak
melewati lampu merah.. Sewaktu aku lewat lampu kuning masih menyala."
Aha,
terkadang berdusta sedikit bisa memperlancar keadaan.
"Ayo dong Jon. Kami
melihatnya dengan jelas. Tolong keluarkan SIM-mu."
Dengan ketus Jono
menyerahkan SIM, lalu masuk ke dalam kendaraan dan menutup kaca jendelanya.
Sementara Bobi menulis sesuatu di buku tilangnya. Beberapa saat kemudian Bobi
mengetuk kaca jendela. Jono memandangi wajah Bobi dengan penuh kecewa. Dibukanya
kaca jendela itu sedikit.
Ah, lima centi sudah cukup untuk memasukkan surat
tilang. Tanpa berkata-kata Bobi kembali ke posnya. Jono mengambil surat tilang
yang diselipkan Bobi di sela-sela kaca jendela. Tapi, hei apa ini. Ternyata
SIMnya dikembalikan bersama sebuah nota. Kenapa ia tidak menilangku. Lalu nota
ini apa? Semacam
guyonan atau apa? Buru-buru Jono membuka dan membaca nota
yang berisi tulisan tangan Bobi.
"Halo Jono, Tahukah kamu Jon, aku dulu
mempunyai seorang anak perempuan. Sayang, ia sudah meninggal tertabrak pengemudi
yang ngebut menerobos lampu merah. Pengemudi itu dihukum penjara selama 3 bulan.
Begitu bebas, ia bisa bertemu dan memeluk ketiga anaknya lagi. Sedangkan anak
kami satu-satunya sudah tiada. Kami masih terus berusaha dan berharap agar Tuhan
berkenan mengkaruniai seorang anak agar dapat kami peluk. Ribuan kali kami
mencoba memaafkan pengemudi itu. Betapa sulitnya. Begitu juga kali ini. Maafkan
aku Jon. Doakan agar permohonan kami terkabulkan. Berhati-hatilah. (Salam,
Bobi)".
Jono terhenyak. Ia segera keluar dari kendaraan mencari Bobi. Namun,
Bobi sudah meninggalkan pos jaganya entah ke mana. Sepanjang jalan pulang ia
mengemudi perlahan dengan hati tak menentu sambil berharap kesalahannya
dimaafkan... ....
Tak selamanya pengertian kita harus sama dengan pengertian
orang lain. Bisa jadi suka kita tak lebih dari duka rekan kita. Hidup ini sangat
berharga, jalanilah dengan penuh hati-hati.
Drive Safely Guys..
Have a
positive day!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar