Pengunjung yang baik selalu meninggalkan komen yang bermutu, sharing blog ini ke sosial media, dan meletakkan link-nya! Mari budayakan bertukar link dan e-Halo.

Rabu, 05 Februari 2014

Memberikan Sikap Terbaik yang Kita Miliki

Semoga kesehatan dan keberkahan selalu bersama Kita semua. Ini adalah artikel pertama saya yang saya tulis sendiri sebagai Admin  rajasemangat. Semoga pembaca berkenan.

Memberikan Sikap Terbaik yang Kita Miliki

Kami adalah enam bersaudara dan saya adalah anak kedua sekaligus lelaki pertama dalam keluarga. Saya mempunyai adik sebut saja Melati (buka nama sebenarnya), Melati merupakan anak keempat dan perempuan kedua dalam keluarga. Sebenarnya, saya jarang sekali akur dengan Melati, banyak orang bilang karena sikap kami sama sehingga kami tidak cocok dalam sebuah kerjasama. Apalah itu saya tidak peduli.

Menurut saya kebiasaan Melati seperti meninggalkan rumah tanpa izin ayah dan bunda, meminta uang jajan kuliah yang tidak masuk akal, serta seringnya Melati berkata dengan keras kepada orang tua terlebih ibu saya itulah kebiasaan yang membuat saya jengah dan kesal bila mendengar namanya. Ya... dengan mendengarnya saja saya sudah muak dengna dirinya, seakan api kemarahan kemarahan menyala tak terbendung dalam hati. Menurutnya, kebiasaan sayalah yang terlalu kaku, tidak fleksibel, dan kurang peduli terhadap dirinyalah yang membuatnya menjaga jarak terhadap hubungan persaudaraan kita.

Hingga pada suatu waktu, dokter mendiagnosa Melati mengidap empat tumor dalam tubuhnya. Ah yang bener dok, itu bukan rekaan dia kan? kata saya pertama kali mendengar kabar itu. Tak lama kemudian ia masuk rumah sakit dan menjadi pasien disana. Penyesalan pertama saya dimulai.

Yang pertama kali terbayang ketika ia menjadi pasien di salah satu rumah sakit swasta daerah Pasar Rebo adalah betapa mahalnya biaya yang harus ditanggung orang tua kami. Apabila mereka tidak mampu nantinya akan tiba giliran saya "menyumbang" untuknya. Masalah menyumbang tersebut tidak terletak pada nilainya namun kepada siapa saya keluarkan. Saya begitu marah ketika mengetahui saya harus mengeluarkan uang untuk partisipasi mengobati penyakitnya. Saya kesal, geram, karena merasa apa yang saya dapat dari persaudaraan kami selama ini tidaklah layak untuk uang yang nantinya akan saya keluarkan. Beberapa minggu kemudian ia pindah ke rumah sakit swasta lainnya yang lebih memadai  dengan diangnosa kanker. Penyesalan kedua saya dimulai.

Hasil CT scan dan rontgen dari dokter sebelumnya mengindikasikan Melati mengidap kanker ganas. Orang tua menyuruh agar anak-anaknya yang tersebar di Sumatera dan Jawa segera pulang ke Jakarta menengok Melati. Cucuran air mata ibu sayalah yang membuat saya bergegas pulang untuk menyambagi adik saya, Melati. Namun tidak terbesit dalah hati ini rasa kasihan ataupun sedih. Betapa jahatnya saya kala itu. Hati berkata kalau penyakitnya itu adalah buah atas kekejamannya terhadap orang tua selama ini, atas hardikannya, umpatannya, dan semua kebohongan-kebohongan yang dibuatnya. 
Penyesalan ketiga saya dimulai.

Melati telah selesai dioperasi namun hasilnya tak kunjung membaik, badannya mengurus dan tulang pipinya kian tirus terlihat di penampang mukanya. Saya mulai iba dengan keadaannya. Dana pengobatan dari saya pun mulai ikhlas mengalir padanya. Hingga pada suati hari Tuhan YME memanggil dirinya.

Saya menangis sejadinya menyesal sekali mengapa sejak dari kecil saya lebih mementingkan ego saya bukan perasaan kasih yang selama ini diajarkan orang tua. Ya Allah setiap saya berdoa teringat akan adik saya tsb apakah dirinya baik-baik saja di alam sana. Pembaca, memberika sikap terbaik yang kita miliki mungkin masih belum cukup untuk membasuh luka kesedihan kita namun secara langsung telah memberikan sikap ikhlas dalam diri kita pabila sewaktu-waktu orang yang (ternyata) kita kasihi akan berpulang ke rahmatullah.

Jangan sampai menyesal, segeralah berikan sikap terbaik kita terhadap siapa saja sebelum kita atau dia berpaling dari kita selamanya. Mari sama-sama kita memberikan sikap-sikap terbaik dari kita yang kita miliki untuk dunia.


KESEMPURNAAN


Pada suatu hari Kahlil Gibran berdialog dengan gurunya.

Gibran : "Wahai guru, bagaimana caranya agar kita mendapatkan sesuatu yang paling sempurna dalam hidup?"

Sang guru merenung sejenak lalu menjawab : "Berjalanlah lurus di taman bunga, lalu petiklah bunga yang paling indah... dan jangan pernah kembali kebelakang!"

Setelah berjalan dan sampai di ujung taman, Gibran kembali dengan tangan hampa. Lalu sang guru bertanya : "Mengapa kamu tidak mendapatkan bunga satu pun?"

Gibran : "Sebenarnya tadi aku sudah menemukannya, tapi tidak ku petik karena aku pikir mungkin yang didepan pasti ada yang lebih indah, namun ketika aku sudah sampai di ujung, aku baru sadar bahwa yang aku lihat tadi adalah yang terindah, dan aku pun tak bisa kembali kebelakang lagi"

Sambil tersenyum sang guru berkata : "Ya... itulah hidup, semakin kita mencari kesempurnaan, semakin pula kita tak akan pernah mendapatkannya, karena sejatinya kesempurnaan yang hakiki tidak akan pernah ada, yang ada hanyalah keikhlasan hati kita untuk menerima kekurangan yang ada ..."

Maka ...

Jangan mencari kesempurnaan, tapi sempurnakanlah apa yang telah ada pada diri kita.
 
“Kita berdoa jika kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan rezeki melimpah (Khalil Gibran)”

Selamat berlibur ................!!!!!!!!!!!
Tetap semangat...................!!!!!!!!!!

Wassalam
 
Sumber: From: Ade Setiawan <abi.daffa@yahoo.com>