Seorang ayah memenuhi janjinya untuk mengajak anaknya pergi memancing. Dengan 
bersusah hati diantara schedulenya yang padat, si ayah berusaha mengambil cuti. 
Dan akhirnya, berangkatlah ia dengan anaknya, untuk pergi memancing. Seharian 
mereka memancing, tetapi tidak mendapatkan seekor ikanpun. Dengan marah-marah, 
akhirnya sampai sore, mereka pun pulang. Puluhan tahun berlalu, ternyata 
pengalaman ini dicatat oleh mereka masing-masing dalam diary harian mereka. 
Ketika dibaca ulang, diary si ayah bunyinya begini,
"Kurang ajar. Hari 
yang sial! Saya sudah cuti seharian untuk memancing, ternyata tidak mendapatkan 
seekorpun. Sebel banget!" Sementara itu, diary anaknya pun dibuka, ternyata 
kalimatnya, "Terima kasih Tuhan. Hari yang luar biasa. Saya pergi memancing 
bersama ayah. Meskipun tidak mendapatkan seekor ikanpun, tetapi saya punya 
kesempatan ngobrol-ngobrol banyak dengan ayah. Sangat menyenangkan!"
Pembaca, 
betapa berbedanya sudut pandang si ayah dengan si anaknya. Bagi si ayah, yang 
terpenting adalah mendapatkan ikan-ikan, sementara bagi si anak, justru 
pengalaman memancing bersama itulah yang menyenangkan. Itulah orang-orang yang 
seringkali saya bicarakan di dalam seminar dan training saya, satunya lebih 
menghargai 'milestones' sementara lainnya, lebih menghargai 
'moments'.
Kejadian ini sebenarnya mengingatkan saya dengan pengalaman 
bertemu dengan seorang General Manager sebuah perusahaan ritel, dimana ia sangat 
sukses dan berhasil tetapi dalam konselingnya dengan saya, mukanya tampak letih. 
Singkatnya, ia mengatakan, "Aku capek, sangat keletihan. Hidupku rasanya 
bergerak dari satu target ke target lainnya". Tidaklah mengherankan bagi saya 
kalau si GM ini keletihan hidupnya. Yang muncul adalah perasaan kasihan saya 
karena hidupnya hanyalah kumpulan dari gol satu ke gol lainnya. Bahkan, dengan 
keluarganya pun ia hampir tidak mempunyai waktu. Bahkan, untuk jalan-jalan 
dengan keluarganya saja, ia harus menjadwalkan, seakan-akan menset target apa 
yang harus dicapai dalam piknik keluarganya, dll. Sungguh meletihkan sekali 
melihat hidupnya!
Pelari Marathon atau Pendaki Gunung?
Metafora ini 
saya gunakan hanya untuk menggambarkan dua jenis orang di dalam menikmati 
hidupnya. Yang pertama, saya umpamakan seperti seorang pelari marathon. Saya 
ingat, saya pernah mengikuti beberapa kali lomba marathon, dan itu sangat 
menyenangkan. Masalahnya, saat mengikuti merathon, saya berlari dengan serius. 
Terfokus pada satu titik ke titik yang lain, hingga selesai . Bahkan, penonton 
yang di tepi jalanpun saya cuekin. Saya hanya terfokus untuk berlari dan 
akhirnya bisa sampai ke garis finish (ngomong-ngomong, ini mungkin tidak 
mewakili semua pelari marathon karena toh ada rekan saya yang bisa sangat 
menikmatinya). Singkat cerita, inilah tipe yang saya anggap mewakili orang yang 
hidupnya hanya dari satu 'milestones' (tahapan) ke 'milestone' yang 
lainnya.
Bandingkanlah gaya pelari marathon ini dengan gaya seorang 
pendaki gunung. Saya ingat, saya pun pernah punya berkesempatan mendaki gunung. 
Sungguh pengalaman yang agak berbeda dengan pengalaman jadi pelari marathon. 
Dalam mendaki gunung, kami memang punya tujuan yang harus dicapai, yakni 
puncaknya. Tetapi, sepanjang perjalanan, kami bisa bernyanyi-nyanyi, saling 
bercerita bahkan sesekali berhenti sejenak jika ada sesuatu yang menarik untuk 
dinikmati. Sungguh menyenangkan berkesempatan menikmati satu demi satu tempat 
yang kami lalui. Dan inilah metafora yang saya anggap mewakili orang yang 
hidupnya bisa bergerak dari 'moment' ke 'moment'.
Nah, dengan kedua 
metafora tersebut, saya ingin mengajak Anda untuk merefleksikan bagaimanakah 
kecenderungan sikap Anda dalam menghadapi hidup ini, dalam menyikapi pekerjaan 
Anda, dalam menyikapi proses perkembangan anak Anda? Terlalu banyak karyawan, 
pimpinan maupun orang tua yang menyikapi pekerjaan dan keluarganya seperti 
'milestones'. Memang sih, pada akhirnya banyak yang bisa mereka raih, tetapi 
sekaligus, mereka juga banyak kehilangan sisi menyenangkan (fun) dalam hidup 
ini. Bayangkanlah seorang manager yang stres dan mulai kebosanan karena hidupnya 
hanya dari satu KPI (Key Performance Indicator) ke KPI lain, satu scorecard ke 
scorecard yang lain. Ataupun, bayangkan seorang tua yang melihat anaknya seperti 
sesuatu target yang bergerak. Akan sangat meletihkan.
Sebaliknya, bagi 
saya, kita bisa tetap sambil menikmati 'moment' sambil berusaha menggerakkan 
diri kita mencapai yang lebih baik. Kita bisa mencapai 'gunung impian' kita 
tanpa kehilangan kesempatan untuk berhenti, menikmati indahnya pemandangan dan 
bercanda ria. Jadi, mulai sekarang perlakukan hidup kita sebagai 'moment' bukan 
sebagai 'milestone' sehingga pada akhir ajal menjelang kita, akan ada banyak hal 
moment indah yang bisa dikenang! Salam Antusias selalu!
Sumber : email by Dani Fitria SST
Tidak ada komentar:
Posting Komentar